Eigendom Verponding
Saat ini masih banyak tanah-tanah yang memiliki alas hak berupa Eigendom Verponding. Apa itu Eigendom Verponding? Dalam hukum pertanahan Indonesia dapat diartikan bahwa EV adalah hak tanah yang berasal dari hak-hak Barat. Tapi sebenarnya EV itu diterbitkan pada zaman Belanda untuk orang Warga Negara Indonesia. Jadi tidak mutlak juga pengertiannya jika disebutkan bahwa EV adalah hak tanah Barat.
Secara harfiah diartikan bahwa Eigendom adalah hak milik tetap atas tanah dan Verponding adalah surat tagihan pajak atas tanah atau tanah dan bangunan dimaksud. Saat ini verponding tersebut berupah menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB). Sedangkan eigendom diharuskan dikonversi menjadi jenis hak atas tanah seperti di atur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Konversi hak dari eigendom tidak selalu menjadi hak milik, karena pengkoversian harus memperhatikan persyaratan pemberian suatu hak yang diatur dalam UUPA.
Sebenarnya konversi harus dilakukan setelah UUPA diundangkan, atau paling lama dua puluh tahun setelahnya, namun karena ketidaktahuan masyarakat atau keitdakmampuan mengurus konversi hak eigendom menjadi sertifikat sampai saat ini masih banyak tanah-tanah yang masih melekat hak berupa Eigendom Verponding.
Sampai saat inipun pemerintah melalui Kantor Pertanahan masih melayani konversi dari Eigendom Verponding menjadi sertifikat asalkan syarat konversi seperti diatur dalam undang-undang terpenuhi.
Syarat yang pasti adalah asli surat-surat bukti Eigendom Verponding-nya musti diserahkan ke Kantor Pertanahan pada saat mengajukan permohonan pendaftaran hak dan history kepemilikannya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tak dipungkiri bahwa saat ini masih banyak tanah-tanah dengan alas hak Eigendom Verponding yang masih bersengkarut.
Sebagai contoh sebidang tanah di daerah Jakarta Selatan yang merupakan tanah dengan alas hak berupa Eigendom Verponding seluas lebih kurang dua hektar.
Di EV-nya tercatat atas nama seorang WNI asal Belanda, saat ini banyak pihak yang mengakui kepemilikan atas tanah tersebut. Oleh pihak yang berwenang dibuatkan silsilah dari pemilik dari dulu sampai sekarang. Yang mana silsilah tersebut menurut saya agak dipaksakan.
Diceritakan bahwa si pemilik dulunya menikah dengan seorang WNI yang sampai meninggalnya tidak memiliki keturunan. Dengan demikian ahli waris adalah saudara-saudari dari si istri. Dapat dibayangkan saudara-saudarinya tentu banyak sekali karena sampai sekarang sudah empat generasi.
Setelah dihitung seluruh pihak yang mengaku dan diakui sebagai ahli waris adalah sekitar lima ratus orang… wuaaa kebayang kan ribetnya mengurus limaratus orang. Sampai saat ini belum ada penyelesaian atas tanah tersebut.
Secara realitaspun saat ini memang banyak pula tanah-tanah Eigendom Verponding yang sudah dikuasai oleh pihak lain atau tanah dikuasai oleh bukan pemegang EV. Perlu diketahui bahwa jika di lokasi tanah tersebut sudah dikuasai pihak lain apalagi pihak yang menguasai tersebut sudah memegang sertifikat yang sah, maka secara hukum merekalah pemiliknya.
Karena dalam proses penerbitan sertifikat tersebut sudah melalui prosedur yang diatur undang-undang diantaranya pengukuran di lokasi oleh petugas Kantor Pertanahan, pengumuman kepada masyarakat bahwa atas tanah dimaksud sedang dimohonkan sertifikat di BPN. Masyarakat sebenarnya diberi tanggang waktu untuk melayangkan keberatan terhadap proses pembuatan sertifikat atas tanah tersebut.
Setelah sertifikat terbitpun masyarakat yang merasa dirugikan memiliki waku 5(lima) tahun untuk mengajukan penuntutan atas terbitnya sertifikat. Setelah itu masa penuntutan dinyatakan kadaluwarsa sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar